Tak Sebanding

 

Entah kenapa dalam perjalanan menuju kantor hari ini teringat peristiwa awkward ketika baru menjadi mahasiswa baru dulu. Sebenarnya peristiwa ini terjadi saat aku baru masuk tingkat fakultas, tepatnya tingkat 2 (ga mahasiswa baru amat si). Kala itu aku terlibat dalam sebuah kepanitiaan inti mahasiswa baru dan satu tim dengan seorang teman bernama Ari. Kepanitiaan selesai sesaat sebelum kami libur panjang dan akan pulang ke kampung halaman masing-masing.

Seperti biasa, saat saling berpamitan untuk pulang, akan terlontar basa-basi yang begitu umum digunakan oleh orang Indonesia (termasuk kami) yaitu “Jangan lupa oleh-olehnya ya…”. Umum banget kan basa-basi seperti itu, saking umumnya aku tak terlalu menganggap serius basa-basi seperti itu. Artinya, aku tak terlalu berharap oleh-oleh, pun juga tak terlalu niat banget untuk membawa oleh-oleh.

Saat saling berpamitan dengan teman satu tim, temanku yang bernama Ari ini nyeletuk “Dil… nanti bawa oleh-oleh khas Madura ya…” akupun menanggapi celetukan itu dengan celetukan yang sama “bawa juga oleh-oleh khas Medan ya…” kebetulan temanku yang satu ini berasal dari Medan. “Oh,, sip,,,sip,,,” kata Ari menanggapiku.

Waktupun berlalu, aku menikmati liburan panjang di rumah dengan bahagia (haha). Saat akan kembali ke kampus karena liburan telah usai, aku teringat bahwa aku harus membeli oleh-oleh karena telah berjanji pada Ari. Aku tak terlalu serius membeli oleh-oleh untuknya, sebab aku bingung oleh-oleh apa yang khas dari Madura. Lalu aku putuskan untuk membeli souvenir gantungan kunci yang berbentuk celurit (khas Madura banget kaaan hahaha). Aku pilih yang bentuknya kecil dan harganya murah (kan yang penting oleh-oleh hehehe). Kalau tidak salah harganya hanya lima ribu rupiah.

Setelah tiba di kampus, ada pertemuan panitia kembali di student center. Aku pun membawa oleh-olehku untuk Ari karena dia tentu akan datang pula di acara ini. ternyata tebakanku benar, dia juga datang. Ketika acara berakhir, kami pun saling mengobrol dan berniat akan bertukar oleh-oleh. Ari terlebih dahulu mengeluarkan oleh-olehnya untukku. Dia mengeluarkan sebuah kotak yang cukup besar dan memberikannya padaku. “Apaa??? Kenapa dia ngasih oleh-oleh sebesar ini?” gumamku dalam hati. setelah aku tanya, ternyata itu merupakan bolu khas medan, kalau tidak salah rasa keju dan mocca.

Menerima oleh-oleh yang begitu besar dari Ari, membuatku sangat minder untuk meberikan oleh-olehku yang amat tak sebanding (huft). Jujur, saat itu aku sangat malu karena tak serius membelikan oleh-oleh untuk temanku ini. Sedangkan dia, dengan begitu niatnya membelikan oleh-oleh yang jika diuangkan ga mungkin lima ribu seharga gantungan kunciku kan (hiks).

Saking malunya, aku malah berniat tak mau memberikan oleh-olehku pada Ari saat itu.

“Aku malu nih… oleh-olehku kecil banget” kataku pada Ari

“gapapa kali…mana oleh-olehnya?” katanya padaku

Serius,,, ini sangat memalukan. Karena terus dipaksa, akhirnya dengan terpaksa aku mengelurkan dan memberikan gantungan kunci kecil itu kepada Ari. Lalu, dengan buru-buru aku pamit segera pulang ke kosan (kaburrr).

Jika mengingat peristiwa itu, rasa malunya sampai sekarang masih terasa. Pelajaran selanjutnya adalah aku tak akan menganggap remeh atau tak serius kesepakatan dengan orang lain. Berusaha menempatkan diri seolah di posisi orang lain, ya meskipun sulit insyaAllah dengan niat yang kuat akan biasa dan terbiasa. Ini adalah usaha untuk menghindari peristiwa ‘tak sebanding’ terulang kembali.

*ditulis di ruang kantor (sendirian) 😀

Tamu Istimewa

SP_HappyGoLucky_WordStrips_friendsHari itu ia datang untuk menginap beberapa hari di tempatku. Aku menyambutnya dengan sangat gembira. Sudah beberapa minggu kami tidak bertemu pada setiap temu rutin pekanan kami. Dia sebenarnya seumuran denganku karena kami satu angkatan saat kuliah. Tapi, karena sifatnya yang amat sangat keibuan dan dewasa, aku dan teman-teman sepakat memanggilnya “mbak”, oh ya kami memberi panggilan itu juga karena dia orang jawa yang sangat halus tutur katanya.

Dia datang membawa perlengkapan cukup banyak berupa tas dan barang-barang bisnisnya. Seperti biasa setiap kali kami bertemu, ia akan sangat bersemangat merangkul kami (aku dan adikku) kami pun begitu, menyambutnya dengan penuh semangat.

“neng maaf ya, aku bakal jadi PGT (Penghuni Gelap Tetap) disini.” ucapnya sambil terengah-engah karena kelelahan, siang itu memang cukup panas.

“sellow kali mbak, nginep aja di sini” jawabku santai

“oya neng, aku mau cerita banyaak nanti yaaa” katanya penuh semangat.

Cerita? Boleh bangeet, aku yang memang pada dasarnya sangat senang sharing atau mendengarkan cerita, tak sabar ingin segera mendengarkan ceritanya. Dia baru saja datang dari jawa timur untuk melaksanakan penelitian S2-nya, oya dia merupakan mahasiswa fast track, makanya dia sudah hampir menyelesaikan studi S2nya -hebat ya-. Melihat karirnya, orang lain termasuk aku akan berpikir bahwa enak sekali ya perjalanan karirnya. Saat yang lain baru saja menyelesaikan studi S1, dia sudah hampir menyelesaikan studi S2-nya. Lalu, dia sepertinya memiliki rencana yang lumayan lancar juga ke depannya. Tapi who knows? Senang memang terkadang ada di orang lain. Kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Beberapa hari sebelum ia menginap di tempatku, dia meminta tolong padaku untuk men-desain kemasan produk chocolate cup. Aku langsung bersedia karena aku memang senang sekali desain meggunakan corel ataupun photoshop. Usut punya usut, ternyata ia berencana untuk menjadi pengusaha di bidang coklat, sesuai dengan penelitian S2nya. Dia menginap di tempatku karena berencana untuk memasarkan produknya ke café-café yang ada di kota bogor -wow keren bangeeet ya-.

Setelah kami telah selesai dengan urusan masing-masing, malam itu kami saling bercerita satu sama lain. Aku dan adikku menjadi pihak yang banyak bertanya tentang keputusan hebatnya untuk menjadi seorang pengusaha. Awalnya, kami pikir, setelah menyelesaikan S2-nya, ia akan memutuskan menjadi dosen seperti kebanyakan orang lainnya. tahukah apa jawabnya?

“aku udah capek neng, berteori terus. Aku ingin mempraktekkan apa yang aku dapat selama ini” ia menjawab seperti itu Continue reading